Senin, 11 November 2013

salam lestari



Wahai kawan. Tidaklah mudah menjadi pendaki, terlebih
dengan banyaknya anggapan miring dengan kegiatan ini.
Apalagi yang menyangkut kematian, yang tampaknya lebih
dekat dengan para pendaki. Lihatlah! Berulang kali tersiar
kabar tentang pendaki yang tewas di gunung. “Mati muda
yang sia-sia…” Begitulah komentar orang-orang saat melihat anak muda harus digotong dalam kantung jenazah oleh tim
SAR. Padahal soal kematian siapa yang tahu? Mau di gunung
atau di kamar tidur, semua bisa saja mati. Di gunung itu
hanya salah satu dari sekian banyak alternativ suratan takdir
manusia. Kalau ajal sudah waktunya, siapapun akan mati. Tak
peduli tempat dan kondisinya.

Kawanku. Jika selalu ketakutan dengan kematian, maka tidak
mungkin sejarah mencatat bagaimana gagahnya Ibnu Batutah
atau juga Marcopolo dan Columbus dalam menjelajahi dunia.
Bagaimana pula kehidupan ini bisa berjalan lebih baik bila para
penemu pesawat terbang takut dengan ketinggian? Di
gunung, di puncaknya, dimana kaki ini bisa berpijak, terdapat tempat yang penuh kedamaian. Seseorang pun akan merasa
dekat sekali dengan Tuhan, sehingga menundukkan kepala
untuk bersujud dengan hatinya sekaligus. Disana pula
pembuktian diri, tentang sebatas mana kita bertekad. Tentang
bagaimana kita bisa melepaskan keegoisan diri dan sifat manja,
menjadi seorang yang mandiri dan percaya dengan kemampuan diri sendiri. Bahkan kita pun akan tahu alasannya
mengapa kita hidup dan tujuan kita hidup di dunia ini.

Rasa cemas, takut, letih dan bosan memang ada selama di
perjalanan. Tetapi jika kita memandang ke atas, melihat
puncaknya, seolah-olah terlihat jelas semua harapan dan
kebahagiaan yang menanti. Gunung itu memang tinggi,
jalurnya terkadang ekstrim dan jurangnya pun sangat dalam,
tetapi selain itu ia sangat ramah dan membiarkan dirinya diinjak-injak oleh kaki manusia. Ada banyak luka lecet di
tangan, ada kram otot, ada kelelahan yang sangat di kaki, ada
napas yang terasa sesak dan jantung yang rasanya mau
pecah, ada rasa haus yang mencekik, dan ada pula tanjakan
tinggi yang seolah-olah tak pernah ada habisnya. Namun
semua itu akan segera terbayar lunas ketika telah tiba di puncaknya. Semua pengorbanan itu tak sepadan dan tak ada
artinya lagi, ketika kedua kaki bisa berdiri di puncak
tertingginya...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar